1, 2, 3
kau gadis cantik menarik
4, 5, 6
semakin hari semakin tenggelam dalam pesonamu
3, 2, 1
sekejap waktu pikiran ku kacau
6, 5, 4
apa yang terjadi dengan ku? dengan dirimu?
senyum memikat, rona bahagia
pada waktu yang sama kau membuat ku bimbang
ayu paras menjerat, ucap manis menghipnotis
kau menuntut, merajuk, kau mengkungkung ku
kau melodi yang mengalun, tak bisa dilupakan
kau hadirkan fantasi romantika dalam kotak kaca
menghilanglah akal sehat ku, melemahlah raga ku
aku terperangkap, kutukan? mantra?
kini aku tak akan kembali dan memulai
menyudahi canda tawa
menghilang dari bayang
membuka pintu 1, 2, 3
melangkah setapak 4, 5, 6
memasuki ilusi tanpa henti
Jumat, 24 Januari 2014
Minggu, 12 Januari 2014
Mewujudkan Kemandirian Pangan, Kewajiban Pemerintah dan Warga Negara
Oleh:
Mohammad Reza Fauzi
“Pangan
adalah soal hidup dan matinya suatu bangsa”, begitulah pernyataan Bung Karno
dalam Pidato Peletakan Batu Pertama Institut Pertanian Bogor . Tak bisa
dipungkiri bahwasanya pangan merupakan sektor yang sangat penting dan
strategis, terlebih lagi pangan merupakan kebutuhan paling dasar dari manusia
untuk tetap bisa melanjutkan kehidupanya. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan, bahwa pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hask asasi setiap rakyat
Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Selain itu, Undang Undang Nomor 7 tahun 1996
juga menyebutkan pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses
produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai
konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman,
bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka. Hal ini berate
pemerintah diamanantkan untuk berkewajiban untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan akan pangan bersama-sama dengan masyarakat.
Beberapa
tahun terakhir, sektor pertanian nasional mengalami permasalahan dan kemunduran
yang sangat memperihatinkan, khususnya pada kondisi kemandirian pangan
nasional. Hampir setiap bulan di pemberitaan media massa, satu per satu
komoditas pertanian mengalami lonjakan harga dan kelangkaan di pasar, mulai
dari kentang, cabai, bawang, kedelai, daging sapi, dan lainya. Berdasarkan
data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), berikut beberapa komoditas
pangan yang masih dimpor dari negara lain untuk kurun Januari sampai Juli 2013[1]:
Komoditas
|
Nilai Impor
|
Volume Impor
|
Negara Asal
|
Beras
|
US$
137,19 juta
|
266,88
juta kg
|
Vietnam,
Thailand, Pakistan, India, Myanmar, dan lainnya.
|
Jagung
|
US$ 275,8
juta
|
897,35
juta kg
|
India,
Argentina, Brasil, Thailand, Paraguay, dan lainnya
|
Kedelai
|
US$
670,46 juta
|
1,09
miliar kg
|
Amerika
Serikat, Malaysia, Argentina, Kanada, Paraguay dan lainnya
|
Biji Gandum dan Meslin
|
US$ 1,46
miliar
|
3,9 miliar
kg
|
Australia,
Kanada, India, Amerika Serikat, Singapura dan lainnya
|
Tepung Terigu
|
US$
40,89 juta
|
92,75
juta kg
|
Srilangka,
India, Ukraina, Turki, Jepang dan lainnya
|
Gula Pasir
|
US$ 30,42
juta
|
51,31 juta
kg
|
Thailand,
Malaysia, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan dan lainnya.
|
Gula Tebu
|
US$
1,04 miliar
|
1,98
miliar kg
|
Thailand,
Brasil, Australia, El Salvador, dan Guatemala
|
Jenis lembu
|
US$ 151,69
juta
|
55,13 juta
kg
|
Australia
|
Garam
|
US$
55,9 juta
|
1,2
miliar kg
|
Australia,
India, Selandia Baru, Jerman, Denmark dan lainnya
|
Bawang Putih
|
US$ 236,06
juta
|
291,45
juta kg
|
China,
Vietnam dan India
|
Cabe segar dan kering
|
US$
13,52 juta
|
10,93
juta kg
|
India,
China, Thailand, Korea Selatan dan Spanyol
|
Cabe awetan
|
US$ 1,27
juta
|
1,32 juta
kg
|
Thailand,
China, Malaysia dan lainnya
|
Ubi Kayu
|
US$
38.380
|
107.798
kg
|
Thailand
|
Kentang
|
US$ 14,9
juta
|
22,28 juta
kg
|
Australia,
Kanada, China, Singapura dan Inggris
|
Susu
|
US$
459,36 juta
|
123,25
juta kg
|
Selandia
Baru, Amerika Serikat, Australia, Belgia, Jerman dan lainnya
|
Hal
ini mengindikasikan bahwa kemandirian pangan nasional memiliki kondisi yang sangat
rapuh. Selain rapuhnya kondisi kemandirian pangan nasional, kondisi ketahanan
pangan nasional juga tidak kalah memprihatinkan. Berdasarkan data Global Food Security Index
2012, yang dirilis Economic Intelligent Unit, indeks keamanan pangan Indonesia
berada di bawah 50 (0-100). Posisi Indonesia jauh lebih buruk dari negara
tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Tiga faktor yang
disoroti dalam penelitian ini yaitu angka kekurangan gizi, berat badan anak dan
tingkat kematian anak di suatu negara[2].
Undang-undang
No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan yang disahkan pada bulan Oktober 2012 kemarin
merupakan revisi dari Undang-Undang
Pangan No.7/1996 yang bertujuan agar dapat mengatasi problem nasional di
bidang pangan, justru menimbulkan
masalah baru. Pada UU 18/2012 tentang Pangan ini adalah mengenai impor, dalam
Pasal 36 ayat 1 disebutkan Impor Pangan hanya dapat dilakukan apabila Produksi
Pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam
negeri. Seharusnya kata “tidak dapat
diproduksi didalam negeri” diganti dengan untuk mengatasi masalah pangan
atau krisis pangan. Hal ini untuk menjamin produk impor pangan tidak
menyebabkan persaingan dengan pangan produk lokal dan juga mencegah
ketergantungan pangan yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Dan dalam
Pasal 39 disebutkan Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan
yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan
produksi, kesejahteraan petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan
mikro dan kecil[3].
Inkonsistensi ini menimbulkan adanya liberalisasi pertanian, peluang untuk
melakukan impor, hingga dimungkinkan terjadinya kartel perdagangan. Selain itu,
kebijakan dan politik pangan sangat berorientasi pada konsumen, dengan demikian
orientasi pemenuhan kebutuhan pangan juga bersifat praktis, yakni dengan
menutupi kekurangan kebutuhan domestic dengan kebijakan impor.
Perlu
disadari oleh semua kalangan bahwasanya rapuhnya kondisi kemandirian pangan
nasional dan tingginya ketergantungan akan pangan impor dapat membuat bangsa
yang kita cintai ini susah maju dan mandiri. Mewujudkan kemandirian pangan
bukanlah suatu angan angan yang sulit untuk kita capai. Kunci dari dari
terwujudnya kemandirian pangan ialah adanya kesungguhan dan political will dari pemerintah untuk
menangani permasalahan pangan yang telah berada dalam “area merah” ini. Selain
adanya kesungguhan dan political will
dari pemerintah, pembangunan pertanian nasional juga harus berorientasi pada pencapaian
ketahanan pangan dan swasembada pangan strategis, serta memperhatiakn
kesejahteraan petani.
Pengembangan
dan optimalisasi penggunaan dan produksi sumber daya pangan lokal juga dapat
menjadi solusi jitu untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional. Indonesia
dianugrahi oleh kekayaan biodiversitas yang memiliki potensi pangan lokal
sebagai sumber karbohidrat selain beras, seperti jagung, ubi kayu, sagu,
ganyong, dan masih banyak lagi. Selain itu dalam kearifan lokal di beberapa
daerah sebenarnya terdapat banyak sekali jenis makanan pokok, tetapi kebijakan
“beras-isasi” orde baru dan “Raskin”, sebagai kebijakan subsidi pangan untuk
masyarakat ekonomi lemah, membuat pangan lokal tersebut tergusur dan mulai
ditinggalkan. Dengan demikian, tinggilah angka ketergantungan kita terhadap
beras sebagai makanan pokok nasional. Di samping itu, gandum dan terigu yang
pada faktanya tidak di produksi di dalam negeri, memiliki jumlah konsumen
dengan kategori tinggi yang turut memperburuk kondisi pangan nasional. Maka,
diversifikasi pangan merupakan langkah yang tepat untuk menguranggi
ketergantungan akan beras dan gandum dan mendorong perkembangan dan
optimalisasi penggunaan pangan lokal.
Perlu
adanya suatu gerakan atau kampanye yang dapat mengubah mind set, pola konsumsi, dan pandangan masyarakat akan produk dan
komoditas pangan non-beras dan non-gandum, seperti gerakan “One Day No Rice” yang dicetuskan oleh
Pemerintah Kota Depok. Sosialisasi dan dikampanye gerakan diversidikasi pangan
harus dilakukan oleh pemerintah pusat melalui kementrian pertanian dan
pemerintah daerah. Dimulai dari masyarakat kota yang diajak mengenal dan
mencoba aneka macam pangan lokal alternatif (non-beras dan non-gandum) yang
sehat dan mengenyangkan untuk penganti beras di rumah tangga mereka dengan pola
konsumsi awal 1:7 (sehari mengkonsumsi pangan alternative dalam seminggu). Jika
masyarakat telah berpartisipasi secara sukarela dalam gerakan diversifikasi
pangan maka, gerakan ini akan menular kepedesaan hingga nasional. Selain partisipasi
masyarakat, pelaku usaha dan industry juga harus mengembangkan produk olahan
pangan lokal. Pelaku usaha dan industry memilki peran dalam menginovasikan
pangan lokal menjadi suatu produk baru yang memiliki nilai tambah, nilai
manfaat, dan daya saing yang lebih. Dalam usaha diversifikasi pangan, para
akademisi memiliki peran dalam penelitian dan riset pengembangan potensi pangan
lokal serta melakukan pengembangan teknologi produksi dan pengolahan komoditas
dan produk pangan lokal. Berkaitan dengan kebijakan subsidi pangan bagi
masyarakat dengan ekonomi lemah, pemerintah harus merubah kebijakan Raskin
(beras bersubsidi) menjadi Pangkin (pangan bersubsdi). Dengan kebijakan pangan
bersubsidi, masyarakat yang berhak menerima bantuan subsidi pangan tidak lagi
terkesan dipaksa untuk menerima beras sabagai makanan pokoknya. Bantuan pangan
diberikan sesuai dengan makanan pokok yang terdapat dalam kearifan lokal
setempat. Dengan demikian, kearifan lokal akan makanan pokok akan terus
lestari, perbaikan gizi akan terlaksana, ketergantungan akan beras dan gandum
akan berkurang, dan kemandirian pangan nasional akan terjuwud.
Dalam
usaha untuk mewujudkan kemandirian pangan, menjadikan Indonesia sebagai negeri
mandiri pangan, dibutuhkan partisipasi, komitmen, dan sinergi dari pemerintah,
pelaku usaha dan industry, akademisi, dan masyarakat. Karna sejatinya, selama
perut manusia masih ada di dapan, selama manusia masih membutuhkan makan untuk
melanjutkan hidupnya, pangan akan selalu menjadi hal yang penting. Tanggung jawab
untuk mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan pada sektor pertanian,
khususnya pangan bukanlah semata-mata tanggung jawab pemerintah, insan dan
mahasiswa pertanian, tetapi ini semua adalah tangung jawab kita semua sebagai
warga negara. Karena masalah pertanian
merupakan masalah kebangsaan.
[1]Diakses
17 Desember 2013 dari http://bisnis.liputan6.com/read/682206/daftar-lengkap-28-komoditas-pangan-yang-diimpor-ri
[2] Diakses
17 Desember 2013 dari http://www.baratamedia.com/read/2013/10/01/43741/pemerintah-melalaikan-kemandirian-pangan
[3] Diakses
17 Desember 2013 dari http://www.spi.or.id/?p=5841
Kamis, 05 September 2013
cinta telah pergi
hari demi hari yang berlalu..
angin musim gugur yang berhembus..
kita terus berjalan.. tanpa tahu arah yang pasti..
semuanya beranjak tak sama..
mentari yang tak menghangatkan,
alunan yang tak bersuara,
bunga yang tak berwarna,
cinta tanpa hasrat..
memejamkan mata, aku tak dapat membayangkanmu..
membuka mata, aku tak lagi dapat melihatmu..
matahari telah terbenam..
kesedihan yang tak bisa dihindari..
genggaman tangan penuh harap,
senyum, canda, tawa,
dekapan yang menenangkan..
akankah ada pelangi di malam hari?
kapan kita bisa bersama lagi?
ketika nanti salju turun,
hati yang terjaga akan kembali membeku..
mata ini kembali terpejam..
dan cinta telah pergi..
-06|09|13-
angin musim gugur yang berhembus..
kita terus berjalan.. tanpa tahu arah yang pasti..
semuanya beranjak tak sama..
mentari yang tak menghangatkan,
alunan yang tak bersuara,
bunga yang tak berwarna,
cinta tanpa hasrat..
memejamkan mata, aku tak dapat membayangkanmu..
membuka mata, aku tak lagi dapat melihatmu..
matahari telah terbenam..
kesedihan yang tak bisa dihindari..
genggaman tangan penuh harap,
senyum, canda, tawa,
dekapan yang menenangkan..
akankah ada pelangi di malam hari?
kapan kita bisa bersama lagi?
ketika nanti salju turun,
hati yang terjaga akan kembali membeku..
mata ini kembali terpejam..
dan cinta telah pergi..
-06|09|13-
Label:
serangkai bait
Minggu, 26 Mei 2013
Menuju Era Perdagangan Bebas.. Mampukah? Indonesia?
Pertanian merupakan sector yang memiliki peranan yang
sangat penting dan strategis dalam kehidupan kita sebagai manusia. Jika
pertanian tidak berjalan baik maka sektor-sektor kehidupan yang lainya juga
tidak akan berjalan dengan baik.
Pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan
perekonomian suatu Negara, berdasarkan pada kontribusi sector pertanian yang
berperan dalam penciptaan lapangan tenaga kerja, menyumbang andil dalam
pembentukan PDB, dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
(terutama masyarakat perdesaan) , dan lainya. Dari alasan di atas sudah
selayaknya sector pertanian menjadi main
sector dalam pembangunan nasional. Sector pertanian tidak bisa lagi
dipandang sebagai sector ‘figuran atau sampingan’.
Di abad 20, dimana arus globalisasi tak mungkin dibendung
lagi yang diakibatkan oleh pesatnya perkembangan teknologi, komunikasi dan
informasi. Globalisasi menyebabkan hilangnya bara batas-batas negara dan tingginya
tingkat ketergantungan dan keterkaitan antar negara di dunia (regional maupun
internasional). Globalisasi yang terjadi di sector ekonomi (globalisasi
ekonomi) menyebabkan munculnya organisasi perdagangan dunia atau WTO, munculnya
lembaga keuangan dunia IMF dan World Bank, terbentuknya kesepakatan zona
perdagangan bebas, dan lainya.
Perdagangan bebas merupakan sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada Harmonized Commodity
Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat
di Brussels, Belgium. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak
adanya campur tangan pemerintah dalam sector ekonomi (khususnya ekspor dan
impor) yang dianggap sebagai hambatan dalam perdagangan antar
individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang
berbeda. Perdagangan bebas merupakan perdagangan antar negara tanpa ada
hambatan perdagangan dengan ciri:
a) Perdagangan barang tanpa dikenakan pajak atau pembatasan
perdagangan yang lain oleh pemerintah (seperti kuota impor atau subsidi untuk
produsen)
b) Ketiadaan dasar-dasar proteksi (seperti pajak, subsidi,
peraturan atau hukum) yang memberikan perlindungan kepada pengusaha lokal.
c) Semakin bebasnya pergerakan modal asing, dan lainya.
Penerapan perdagangan bebas memiliki dampak postif dan
negative bagi suatu negara. Dampak positif dari perdagangan bebas, diantaranya:
- Terjadi pertukaran barang. Dengan diberlakukanya perdagangan bebas, negara tersebut dapat menikmati produk yang tidak hanya dari hasil produk buatan dalam negeri sendiri saja, tetapi juga produk buatan luar negeri dengan mudah karena dengan adanya perdagangan bebas (impor).
- Kemudian produk-produk dalam negeri dapat dengan memudah meraih popularitas di luar negeri.
- Devisa akan menguat jika ekspor lebih besar daripada impor.
- Setiap individu atau perusahaan akan terpacu untuk membuat inovasi dengan kreativitas yang mereka miliki dalam membuat produk baru atau menambahkan nilai untuk mempertinggi daya saing yang dikarenakan kompetisi perdagangan yang bebas.
- Setiap individu atau perusahaan akan terus meningkatkan mutu dan kualitas produk maupun kinerja perusahaan dengan menerapkan standar-standar dan sertifikasi demi meningkatkan daya saing .
- Membuat masyarakat menjadi konsumtif terhadap barang – barang impor yang diakibatkan oleh defrensiasi produk.
- Terjadi persaingan perdagangan yang sangat ketat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jika tidak dapat bersaing dalam persaingan bebas tersebut, maka akan terjadi peningkatan pengangguran dan perusahaan yang gulung tikar.
- Devisa akan mengalami deficit akibat dari lebih banyak produk impor dari pada ekspor.
- Bagi negara-negara yang belum berkembang dengan kondisi perdaganganya yang belum begitu tangguh dan kut, maka akan menjadi pasar bagi produk-produk impor yang lama kelamaan akan melemahkan perdagangan dalam negeri karena tidak bisa bersaing.
Lalu
bangaimana dengan kondisi perdagangan Indonesia sekarang? Terhitung sejak taun
2010, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainya seperti Singapura, Malaysia,
Thiland, Vietnam dan lainya harus membuka pasar dalam negerinya secara
bebas yang merupakan perwujudan dari
implementasi perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dengan
negara China yang dikenal dengan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement). Sejak
saat itu produk-produk dagang China mulai membanjiri pasar-pasar modern hingga
tradisional mulai dari produk hortikultura seperti jeruk, apel, leci, bawang,
kentang, dan lainya sampai barang elektronik. Kasus serbuan kentang impor
(China) yang lebih murah dan besar di pasar tradisional yang menyebabkan
kentang lokal (kentang Dieng) kalah bersaing hingga petani kentang harus
berdemo menunjukan bahwa daya saing produk dalam negeri khusus nya produk
pertanian masih sangat lemah. Lalu dengan kebijakan larangan impor beberapa
produk hortikultura yang dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian menandakan bahwa
masih sangat diperlukan adanya proteksi dari pemerintah mengenai perdagangan
dalam negeri khususnya perdagangan produk-produk hasil pertanian.
Lalu
bagaimana sekarang dengan rencana perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN
atau AFTA ( ASEAN Free Trade Agreement) pada tahun 2015? ASEAN Free Trade Area
(AFTA) yang merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta serta menciptakan pasar
regional bagi 500 juta penduduknya. Sejauh mana nagara kita telah mempersiapkan
diri? Bagaimana kondisi produk dalam negeri kita? Berdasarkan berita online Merdeka.com, Peringkat daya saing produk
Indonesia secara konsisten mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Menurut
Komite Ekonomi Nasional (KEN) pada tahun 2012 peringkat daya saing produk
Indonesia berada di peringkat 50, padahal pada tahun 2011 Indonesia memiliki
peringkat 48 dan pada tahun 2010 peringkat 46. Jika dibandingkan dengan negara
ASEAN lainya yang memiliki peringkat yang cenderung stabil seperti Malaysia
dengan peringkat 25 dan Thailand peringkat 38 pada tahun 2012, jelas Indonesia
jauh tertinggal. Lalu apakah ACFTA dan AFTA merupakan ancaman atau tantangan? Apakah
Indonesia akan hanya di jadikan “pasar barang impor”?
Perdagangan
bebas memiliki dua sisi, dapat menjadi ancaman tetapi juga dapat menjadi
tantangan. Akan menjadi ancaman jika kondisi pelaku usaha dalam negeri
khususnya usaha kecil dan menengah belum memiliki kwalitas , daya saing, dan
kemampuan dalam hal pemasaran. Karena sebagian besar pelaku usaha khususnya
pelaku usaha kecil di Indonesia masih banyak yang tidak memiliki hal tersebut.
Tetapi akan menjadi tatangan bagi mereka pelaku dunia usaha, khususnya untuk
mereka yang memiliki usaha yang memiliki kualitas dan manajemen yang baik,
dengan adanya pasar bebas ini bisa dijadikan tantangan bagi para pelaku dunia
usaha bagaimana mereka bisa bersaing secara sehat dengan produk-produk dari
China dan negara ASEAN sehingga pelaku usaha akan semakin menjadikan pasar
bebas ini menjadi semangat dan modal untuk memotivasi mereka untuk selalu
meningkatkan kwalitas dan harga produk mereka sehingga bisa terjangkau oleh
konsumen.
Ada baiknya para pelaku usaha untuk menyiapkan diri
menyambut era perdagangan bebas yang memang tak bisa di hindari lagi dengan
bersiap untuk bersaing secara bebas. Selain itu sikap sikap yang bisa dilalukakn
untuk menyambut era perdagangan bebas, sebagai berikut:
1. Pemerintah harus lebih serius
menunjukkan keberpihakan pada sektor pertanian. Keberpihakan pemerintah
terhadap sektor pertanian sangat dibutuhkan, karena akan memacu peningkatan
daya saing. Pemerintah dianggap kurang berpihak terhadap sektor
pertanian. Keputusan pemerintah pada tahun 1998 untuk meratifikasi
penurunan tarif bea masuk 0%-10% untuk 43 komoditas pertanian, sama artinya
dengan membiarkan produk pertanian kita bersaing di pasar dalam negeri dengan
produk impor yang mendapat subsidi.
2. Meningkatkan daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan ekspor.Untuk penguatan daya saing pihak pemerintah dapat melakukan pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun Kawasan Ekonomi Khusus, memperluas akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga, pembenahan sistem logistik, pelayanan publik, serta penyederhanaan peraturan dan meningkatkan kapasitas kerja.
2. Meningkatkan daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan ekspor.Untuk penguatan daya saing pihak pemerintah dapat melakukan pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun Kawasan Ekonomi Khusus, memperluas akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga, pembenahan sistem logistik, pelayanan publik, serta penyederhanaan peraturan dan meningkatkan kapasitas kerja.
3. Ciptakan kompetitif bagi
produk pertanian kita. Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan
komparatif yang sangat potensial untuk dijadikan pemicu peningkatan daya saing.
Namun keunggulan komparatif saja tidak cukup, melainkan harus didukung dengan
keunggulan kompetitif yang berupa keunikan (uniqueness) produk.
Keunikan (uniqueness) produk merupakan kekuatan yang tidak mudah
untuk dikalahkan oleh para pelaku usaha lain yang memproduksi produk yang sama.
Perlu dilakukan upaya pengembangan yang terfokus misalnya pada
komoditas eksotik hortikultura tropika dan perkebunan. Dalam kaitan ini
dukungan riset dan pengembangan teknologi mutlak diperlukan untuk
menjadikan produk pertanian Indonesia bisa berperan di pasar
internasional.
4. Penerapan program “One Vilage One Product”.
Dengan program ini maka setiap daerah akan fokus mengembangan komoditas
pertanian yang cocok dengan potensi agroklimat setempat. Program tersebut wajib
didukung oleh adanya penyediaan sarana produksi pertanian yang mudah dijangkau
petani. Kelangkaan pupuk pada saat petani membutuhkannya, kesulitan petani
memperoleh benih unggul, dan permasalahan lainnya yang terkait dengan kebutuhan
sarana produksi tidak boleh lagi terjadi. Peranan pemerintah sangat diperlukan
terutama dalam melakukan pengawasan sampai lini terbawah.
5. Peningkatan efisiensi baik dalam
bidang produksi maupun distribusi produk. Penggunaan teknologi budidaya dan
input yang lebih efisien perlu untuk terus dikembangkan. Selain itu di dalam
negeri perlu diikuti penghapusan ekonomi biaya tinggi dengan menghilangkan
inefisiensi dalam bidang pemasaran, menghilangkan pungutan liar, dan perbaikan
sarana infrastruktur.
6. Perilaku masyarakat pun perlu diperkuat
dalam menghadapi perdagangan bebas dengan mengobarkan semangat untuk
mencintai produk dalam negeri. Untuk produk pertanian seperti
buah dan sayuran, pola konsumsi masyarakat terutama masyarakat kelas
menengah ke atas sangat dipengaruhi oleh gaya hidup (life style) mereka
7. Strategi pengamanan pasar
domestik yang difokuskan kepada pengawasan tingkat peredaran barang di pasar
lokal. Namun pihaknya juga akan melakukan promosi penggunaan produksi dalam
negeri. Sedangkan untuk penguatan industri, pihak Kementerian Perdagangan
berupaya mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN sekaligus penguatan peran
perwakilan luar negeri. Kementerian berusaha mengembangkan kebijakan dan
diplomasi perdagangan di forum internasional, menjaga pertumbuhan (Ekonomi,
menekan kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan lainnya," Kementerian
Perdagangan telah menetapkan beberapa program dan kegiatan yang bertujuan
meningkatkan daya saing komoditi ekspor serta mengamankan perdagangan dalam
negeri.
8. Pemerintah perlu melibatkan
lembaga swadaya dan NGO memberdayakan rakyatnya dengan berbagai keterampilan.
Perdagangan Bebas (ACFTA dan AFTA) tidak
semestinya dihindari, tapi
dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan daya saing produk khususnya
produk pertanian agar mampu memenangkan persaingan dalam perdagangan global.
Untuk meningkatkan daya saing produk lokal, harus ada kebijakan yang mendorong
peningkatan daya saing untuk komoditas pertanian dan ddukungan dengan semangat
cinta produk lokal oleh masyarakat Indonesia, maka bukan tidak mungkin
Indonesia akan menjadi raksasa dalam bisnis produk pertanian di dunia, melampaui Thailand yang selama ini telah berhasil membangun brand sebagai produsen buah
tropis berkelas dunia.
Selasa, 30 April 2013
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Para Tokoh
Berikut ini beberapa Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para tokoh..
Drs. Heidjracman Ranupandoyo dan Drs. Saud Husna, MBA (1990)
John Soeprihanto (1994)
Hasibuan (2006)
Dessler,Gary (2004)
"Proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, mmperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan serta masalah keadilan."
sumber: Modul Perkuliahan MSDM 2013
Drs. Heidjracman Ranupandoyo dan Drs. Saud Husna, MBA (1990)
"Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaan,
pemberian kompensasi, pengintegrasian dan memelihara tenaga kerja dengan maksud
untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat."
John Soeprihanto (1994)
"Seni dan Ilmu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap fungsi-fungsi pengadaan,
penarikan, pengembangan dan pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan
pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud membantu tercapainya tujuan organisasi
perusahaan, individu-individu pekerja dan masyarakat. "
Hasibuan (2006)
"Ilmu
dan seni yang mengatur dan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya secara efektif dan efisien demi terwujudnya tujuan perusahaan."
Dessler,Gary (2004)
"Proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, mmperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan serta masalah keadilan."
sumber: Modul Perkuliahan MSDM 2013
Label:
ilmiah
Langganan:
Postingan (Atom)